Recent Posts

Dalil Dalil Tentang Cinta Dan Benci Karena Allah

Senin, 14 Maret 2022

CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH 

Cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya. Yang demikian ini karena kata “Fii” dalam ungkapan “Fillah” adalah huruf ta’lil artinya kata yang berarti “sebab/karena”.



Seperti dalam firman Allah:

قَالَتْ فَذٰلِكُنَّ الَّذِيْ لُمْتُنَّنِيْ فِيْهِ ۗوَلَقَدْ رَاوَدْتُّهٗ عَنْ نَّفْسِهٖ فَاسْتَعْصَمَ ۗوَلَىِٕنْ لَّمْ يَفْعَلْ مَآ اٰمُرُهٗ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُوْنًا مِّنَ الصّٰغِرِيْنَ

Maka itulah perkara yang karenanya kalian mencaci-makiku. (TQS. Yusuf [12}: 32).

Kata “fiihi” dalam ayat ini maknanya adalah karenanya. Seperti juga dalam firman Allah:

وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِيْ مَآ اَفَضْتُمْ فِيْهِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

…Niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (TQS. an-Nûr [24]: 14)


Juga seperti sabda Nabi saw.: Seorang wanita masuk Neraka disebabkan karena seekor kucing.

Mencintai orang-orang yang beriman yang senantiasa taat kepada Allah sangat besar pahalanya. Dalil-dalilnya adalah :Hadits dari Abû Hurairah yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, dari Nabi saw. beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naunganNya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan Masjid; Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.

Hadits dari Abû Hurairah riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naunganKu disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku”

Hadits dari Abû Hurairah yang dikeluarkan oleh Muslim berkata, Rasulullah saw. bersabda: Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai. Tidakkah (kalian suka) aku tunjukkan pada satu perkara, jika kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!

Sabda beliau saw. , “Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai,” adalah bentuk dalâlah yang menunjukkan besarnya pahala saling mencintai karena Allah.

Hadits dari Anas bin Mâlik yang dikeluarkan oleh al-Bukhâri, Rasulullah saw. bersabda:Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata.

Hadits Mu’âdz riwayat at-Tirmidzi, beliau menyatakan, “Hadits ini hasan shahih.” Berkata (Mu’âdz); Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, mereka akan mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya. Para Nabi dan syuhada pun tertarik oleh mereka.”

Tertariknya para Nabi dan syuhada kepada mereka adalah kiasan dari sangat baiknya keadaan mereka. Artinya, para Nabi dan syuhada memandang baik sekali keadaan mereka. Tidak bisa diartikan bahwa para Nabi dan syuhada benar-benar tertarik oleh keadaan mereka, karena bagaimanapun para Nabi dan syuhada lebih utama dan lebih tinggi derajatnya dari pada mereka.

Hadits Anas bin Malik riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih, beliau berkata; Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mencintai orang lain, tapi dia tidak mampu beramal seperti amalnya.” Maka Rasulullah saw. bersabda:Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya.

Anas berkata, “Aku belum pernah melihat para sahabat Rasulullah saw. lebih bergembira dengan sesuatu —kecuali dengan Islam— seperti gembiranya mereka dengan perkataan Rasulullah saw. ini.” Anas berkata, “Maka kami mencintai Rasulullah, meski tidak mampu beramal seperti amalnya. Tapi jika kami telah bersamanya, maka hal itu telah cukup bagi kami.”

Hadits dari Abû Dzar yang diriwayatkan Ahmad, Abû Dawud, dan Ibnu Hibbân, beliau berkata: Wahai Rasulullah, bagaiman jika ada seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah saw. bersabda, “Engkau wahai Abû Dzar, akan bersama siapa saja yang engkau cintai.” Abû Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Abû Dzar mengulanginya satu atau dua kali.

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, beliau berkata:Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah saw., bagaimana pendapatmu tentang seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu menyusul (amal shaleh) mereka?” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya.”

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat al-Hâkim dalam alMustadrak, beliau berkomentar, “Hadits ini shahih isnâd-nya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim.” Ibnu Mas’ud berkata; Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku:

Wahai Abdullah bin Mas’ud! Ibnu Mas’ud berkata, “Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali).” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karenaNya.” (al-Hadits)

Hadits dari Umar bin al-Khathab, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhîd, Rasulullah saw. bersabda:Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS. Yunus [10]: 62)”

Hadits Muadz bin Anas al-Jahni bahwa Rasulullah saw. bersabda:Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka berarti ia telah sempurna imannya. Abû Isa berkata, hadits ini Hasan. Juga dikeluarkan oleh al-Hâkim dalam al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih isnadnya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim. Abû Dawud telah meriwayatkannya dari hadits Abû Umamah. Tapi dalam riwayatnya ia tidak menuturkan lafadz “Wa Ankaha Lillah” (dan menikah karena Allah).

Disunahkan orang yang mencintai saudaranya karena Allah untuk mengabari dan memberitahukan cintanya kepadanya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abû Dawud dan atTirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan dari Miqdad bin Ma’di dari Nabi saw. beliau bersabda: Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.

Juga berdasarkan hadits riwayat Abû Dawud dengan sanad yang shahih dari Anas bin Malik: Ada seorang laki-laki berada di dekat Nabi saw, kemudian kepadanya lewat seorang laki-laki lain. Laki-laki yang di dekat Rasul saw. berkata, “Wahai Rasulullah saw.! Sungguh aku mencintainya.” Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau sudah memberitahukannya?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah bersabda,

“Beritahukanlah kepadanya!” Kemudian ia pun mengikutinya dan berkata, “Sungguh aku mencintaimu karena Allah.” Laki-laki itu pun berkata, “Semoga engkau dicintai Allah, yang karena-Nya engkau mencintaiku.”

Juga bedasarkan hadits riwayat al-Bazâr dengan sanad hasan dari Abdullah bin Amr, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya itu berkata, “Aku juga mencintaimu karena Allah.” Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencitai karena Allah.

Yang paling utama di antara dua sahabat yang saling mencintai adalah yang paling besar cintanya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abdil Bâr di dalam at-Tamhîd, al-Hâkim di dalam al-Mustadrak, dan Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya dari Ibnu Annas, Rasulullah bersabda: Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah selamanya, kecuali yang paling utama dari keduanya adalah yang paling besar kecintaannya kepada sahabatnya.

Disunahkan bagi yang saling mencintai karena Allah agar mendoakan saudara yang dicintainya disaat tidak bersamanya. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Ummi Darda, ia berkata; Aku diceritakan suatu hadits oleh majikanku, sesungguhnya ia mendengar Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak bersamanya, maka malaikat yang diserahi untuk menjaga dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang sepadan.”

Majikan Ummi Darda adalah Abû Darda, yaitu suaminya. Ia mengatakan hal itu dalam rangka memuliakan suaminya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan riwayat yang shahih dari Ummi Darda dan Muslim. Lafadz hadits ini menurut Muslim adalah dari Shafwan bin Abdullah bin Shafwan dari Ad-Darda, ia berkata; Aku datang ke Syam dan aku mendatangi Abû Darda di rumahnya. Tapi aku tidak menemukannya dan bertemu dengan Ummi Darda. Ia berkata, “Apakah engkau hendak berangkat Haji pada tahun ini?” Aku berkata, “Ya.” Ia berkata; Berdoalah kepada Allah minta kebaikan untuk kami, karena Nabi saw. pernah bersabda: Doanya seorang muslim kepada saudaranya yang tidak bersamanya pasti dikabulkan. Di dekat kepalanya ada malaikat yang menjaganya. Setiap kali ia berdoa minta kebaikan untuk saudaranya, malaikat itu berkata, “Amin.” Dan engkau akan mendapatkan yang serupa. Shafwan berkata kemudian aku keluar menuju pasar dan bertemu dengan Abû Darda, ia pun berkata sama seperti istrinya.

Begitu juga disunahkan meminta doa dari saudaranya. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abû Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad yang shahih, dari Umar bin al-Khathab, ia berkata: Aku meminta izin kepada Nabi saw. untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan bersabda: Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.

Umar berkata, “Perkataan Nabi itu adalah suatu perkataan yang tidak akan menggembirakanku jika diganti dengan dunia.” Dalam riwayat yang lain Umar berkata; Rasulullah saw. bersabda: Sertakanlah kami wahai saudaraku dalam doamu.


Termasuk perkara yang disunahkan adalah menziarahi orang yang dicintai, duduk bersamanya, saling menjalin persaudaraan, dan saling memberi karena Allah, setelah mencintaiNya. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abû Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di kota lain. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengikutinya. Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Hendak ke mana engkau?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di kota ini.” Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola olehnya?” Ia berkata, “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.” Malaikat itu berkata, “Sesunggunya aku adalah utusan Allah kepadamu. Aku diperintahkan untuk mengatakan bahwa Allah sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu itu karena Allah.”

Ahmad telah mengeluarkan hadits dengan sanad yang hasan dan dinyatakan shahih oleh al-Hâkim, dari Ubadah bin Shamit dari Nabi saw. Beliau menisbahkan hadits ini kepada Allah (Hadits Qudsi), Allah berfirman: Kecintaan-Ku pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orangorang yang saling mengunjungi karena aku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling memberi karena-Ku. KecintaanKu berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan karena-Ku.

Malik dalam al-Muwatha, dengan sanad yang shahih, telah mengeluarkan hadits dari Muadz bin Jabal, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Allah berfirman, “Kecintaanku pasti diperoleh oleh orang yang saling mencintai karena-Ku, saling berkumpul karena-Ku, saling mengunjungi karena-Ku, dan saling memberi karena-Ku.

Al-Bukhâri telah mengeluarkan hadits dari ‘Aisyah ra. beliau berkata: Aku tidak memahami kedua orang tuaku kecuali keduanya telah memeluk agama ini. Tidak ada satu hari pun yang berlalu pada kami kecuali di hari itu kami dikunjungi Rasulullah saw. pada pagi dan sore hari.” (al-Hadits)

Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa seorang mukmin yang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar di dunia dan akhirat sesuai dengan kadar kemampuannya untuk itu. Pada hadits Mutafaq ‘alaih dari Anas dari Nabi saw., ia bersabda: Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.

Dalam hadist Abdullah bin Amr riwayat Ibnu Huzaimah dalam kitab Shahih-nya, juga Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dan al-Hâkim dalam al-Mustadrak, ia berkata; “Hadits ini shahih memenuhi syarat al-Bukhâri Muslim”, Rasulullah saw. bersabda:

Sebaik-baiknya orang-orang yang bersahabat di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik orang yang bertetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada tetangganya.

Di antara tanda orang yang paling baik terhadap sahabatnya adalah senantiasa berusaha membantu kebutuhan saudaranya dan bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya.

Hal ini berdasarkan hadits Mutafaq ‘alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, ia tidak akan mendzaliminya dan tidak meninggalkannya bersama orang-orang (hal-hal) yang menyakitinya. Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim, maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.

Ath-Thabrâni telah mengeluarkan hadits melalui isnad yang hasan , dengan para perawi yang terpercaya, dari Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah tidak akan berhenti memenuhi kebutuhan seorang hamba selama ia berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya.

Disunahkan menemui orang yang dicintai dengan menampakan perkara yang disukainya untuk menggembirakannya. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrâni dalam kitab ash-Shâgir dengan isnad hasan dari Anas, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang menemui saudaranya yang muslim dengan menampakan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya, maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya di hari kiamat.

Begitu juga disunahkan seorang muslim menemui saudaranya dengan wajah yang berseri-seri. Hal ini didasarkan pada hadits yang telah diriwayatkan Imam Muslim dari Abû Dzar, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekedar bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.

Hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih dari Jabir bin Abdillah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan adalah jika engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri; dan jika engkau menuangkan air dari ember timbamu pada bejana saudaramu.

Hadits yang telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abû Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasâi dengan isnad hasan; diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dengan lafadz miliknya, ia berkata; …Abû Jara al-Hajimi telah menceritakan kepadaku, ia berkata; Aku mendatangi Rasulullah saw. dan aku berkata; Ya Rasulullah, sesungguhnya kami adalah suatu kaum dari penduduk pedalaman. Ajarkanlah kepada kami sesuatu yang dengannya Allah akan memberi manfaat kepada kami!, maka Rasulullah saw. bersabda:

Janganlah engkau menyepelekan kebaikan sedikit pun meski sekadar menuangkan air dari ember timbamu ke bejana orang yang meminta air, dan meski sekadar berbicara dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri. Janganlah mengulurkan kain sarungmu karena hal itu termasuk kesombongan dan tidak disukai Allah. Apabila ada seseorang mencaci makimu dengan perkara yang ada pada dirimu, maka janganlah membalas dengan mencaci makinya dengan perkara yang ada pada dirinya. Karena pahalanya bagimu dan bencananya bagi orang yang mengatakannya.

Disunahkan seorang muslim memberikan hadiah kepada saudaranya, berdasarkan hadits Abû Hurairah yang dikeluarkan oleh al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad, Abû Ya’la dalam Musnad-nya, an-Nasâi dalam al-Kuna, dan Ibnu Abdil Bar dalam kitab at-Tamhîd. al-Iraqi berkata, “Hadits ini sanadnya baik.” Ibnu Hajar berkata dalam kitab al-Talkhish al-Habir, “Sanadnya hasan”; ia berkata Rasulullah saw bersabda: Kalian harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.

Orang yang diberi hadiah disunahkan menerima hadiah yang diberi saudaranya dan membalasnya. Dasarnya adalah hadits ‘Aisyah riwayat al-Bukhâri, ia berkata: Rasulullah saw. pernah menerima hadiah dan membalasnya.

Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abû Dawud, an-Nasâi, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang meminta perlindungan karena Allah, maka lindungilah ia. Dan barangsiapa meminta kepada kalian atas nama Allah, maka berilah ia. Dan barangsiapa meminta keamanan karena Allah, maka berikanlah keamanan kepadanya. Barangsiapa yang memberikan kebaikan kepada kalian, maka balaslah dengan yang setimpal. Apabila kalian tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, maka berdoalah untuknya, hingga kalian mengetahui bahwa kalian telah membalasnya dengan sepadan.

Hadiah ini adalah hadiah di antara orang-orang yang bersaudara. Tidak ada kaitannya dengan hadiah dari rakyat kepada penguasa. Karena hadiah kepada penguasa diharamkan sebagaimana halnya suap-menyuap. Termasuk memberikan balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, semoga Allah meridhai keduanya, dikatakan hadits ini hasan shahih; Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia berkata kepada orang yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka dia sungguh telah memberikan pujian yang sangat baik.

Pujian adalah bersyukur, yaitu membalas suatu kebaikan yang diberikan orang lain. Khususnya bagi orang yang tidak bisa melakukan apapun kecuali memberikan pujian. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, dari Jabir, dari Nabi saw., beliau bersabda: Barangsiapa diberi suatu kebaikan tapi ia tidak bisa memberikan kebaikan untuk membalasnya kecuali dengan pujian, maka berarti ia telah bersyukur (berterima kasih kepadanya). Barangsiapa yang menyembunyikan kebaikan (pujian)-nya untuk membalas kebaikan orang lain, maka ia telah mengingkari kebaikannya. Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan kebatilan, maka ia seperti orang yang memakai pakaian palsu.

At-Tirmidzi telah meriwayatkan dengan isnad yang hasan dari Jabir dari Nabi saw., beliau bersabda:Barangsiapa diberi suatu pemberian kemudian menemukan sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia membalas dengannya. Jika ia tidak menemukan sesuatu untuk membalas kebaikan, maka hendaklah ia memberikan pujian, karena orang yang memberikan pujian berarti ia telah berterima kasih, dan barangsiapa yang menyembunyikan kebaikan, maka ia telah mengingkari kebaikan yang diberikan kepadanya. Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, maka ia seperti orang yang mengenakan pakaian palsu.

Mengingkari pemberian maksudnya adalah menutup-nutupi pemberian dari orang lain. Abû Dawud dan an-Nasâi telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih, dari Anas ra., ia berkata: Orang-orang Muhajirin berkata, “Ya Rasulullah! Orang-orang Anshar telah pergi dengan membawa seluruh pahala, kami belum pernah melihat suatu kaum yang paling baik pemberiannya kepada orang banyak dan paling baik pertolongannya pada saat memiliki sedikit harta, daripada mereka. Mereka telah memberikan biaya hidup yang cukup bagi kami.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah kalian juga telah memuji mereka dan mendoakan mereka?” Kaum Muhajirin berkata, “Benar” Rasulullah saw. bersabda, “Maka hal ini sama dengan hal itu.”

Seorang muslim harus mensyukuri kenikmatan yang sedikit seperti halnya mensyukuri kenikmatan yang banyak. Juga harus berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepadanya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam kitab Zawaid, dengan isnad yang hasan, dari Nu’man bin Basyir, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa yang tidak bisa bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama dengan bersyukur. Dan tidak membicarakan kenikmatan berarti mengingkari nikmat. Berjamaah adalah rahmat, bercerai berai adalah adzab.

Di antara perkara yang disunahkan adalah membela saudaranya untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu kesulitan. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan alBukhâri dari Abû Musa, ia berkata; Rasulullah saw. jika didatangi peminta-minta, maka beliau suka berkata:

Belalah ia, maka kalian akan diberikan pahala. Dan Allah akan memutuskan dengan lisan nabi-Nya perkara yang ia kehendaki.

Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar dari Nabi saw., beliau bersabda:Barangsiapa yang menjadi perantara saudaranya yang muslim kepada penguasa untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk mempermudah suatu kesulitan, maka ia akan diberi pertolongan untuk melewati jembatan shirâthal mustaqîm di hari terpelesetnya kaki-kaki manusia.

Disunahkan juga seorang muslim melindungi kehormatan saudaranya saat tidak ada di dekatnya. Hal ini dasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini hasan”, dari Abû Darda, dari Nabi saw., beliau bersabda: Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya, maka Allah akan melindungi wajahnya dari api neraka di hari kiamat. (Hadits Abû Darda ini telah dikeluarkan oleh Ahmad. Ia berkata, “Hadits ini sanadnya hasan.” Al-Haitsami mengatakan hal yang sama)

Hadits riwayat Ishaq bin Rahwiyah dari Asma binti Yazid, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya pada saat tidak berada di dekatnya, maka Allah pasti akan membebaskannya dari api neraka.

Al-Qadha’i telah mengeluarkan dalam Musnad Syihab dari Anas, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:Barangsiapa yang membela saudaranya saat tidak ada di dekatnya, maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat. Al-Qadha’i juga telah mengeluarkan hadits ini dari Imran bin Husain dengan tambahan ungkapan, “Sedang ia mampu untuk membelanya.” Telah diriwayatkan oleh Abû Dawud dan al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad, Az-Zain al-Iraqi berkata, isnadnya hasan dari Abû Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, di mana saja ia bertemu dengannya, ia akan mencegah tindakan mencemari kehormatan saudaranya dan akan melindunginya dari baliknya.


Allah juga telah mewajibkan seorang muslim menerima permintaan maaf saudaranya, menjaga rahasianya, dan menasihatinya.

Dalil tentang kewajiban menerima permintaan maaf dari saudaranya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan dua isnad yang baik sebagaimana dikatakan al-Mundziri dari Zudan, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang mengajukan permintaan maaf kepada saudaranya dengan suatu alasan tapi dia tidak menerimanya, maka ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut pajak.

Dalil tentang kewajiban menjaga rahasia seorang muslim adalah hadits yang diriwayatkan Abû Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad hasan dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Jika seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan kemudian ia menoleh (melihat sekelilingnya), maka pembicaraan itu adalah amanah.

Amanah itu wajib dijaga. Menyia-nyiakan amanah adalah khianat. Hadits ini menunjukan kewajiban menjaga rahasia seorang muslim walaupun tidak diminta melakukannya secara jelas. Kewajiban ini bisa difahami dari indikasi keadaan dalam hadits tersebut. Yaitu ketika seseorang berbicara kepada saudaranya tentang suatu pembicaraan dan ia menoleh ke sekelilingnya, karena khawatir ada orang lain mendengar perkataan tersebut selain keduanya. Hadits ini juga menjelaskan bahwa kewajiban tersebut lebih utama jika ada tuntutan secara jelas untuk menjaga rahasia. Kewajiban menjaga rahasia ini berlaku jika dalam pembicaraan tersebut tidak terdapat penodaan terhadap salah satu hak Allah. Maka jika terdapat hal ini, orang yang diajak bicara wajib memberikan nasihat dan mencegahnya dari pembicaraan tersebut. Ia juga dianjurkan untuk bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi. Sebagaimana terdapat dalam hadits: Perlukah aku memberitahu kepada kalian tentang sebaik-baiknya kesaksian, yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi. (HR. Muslim)

Dalil tentang kewajiban memberikan nasihat adalah hadits Mutafaq ‘alaih dari Jarir bin Abdillah, ia berkata:Aku membaiat Rasulullah saw. untuk menegakkan shalat dan menunaikan zakat serta memberi nasihat kepada setiap muslim.

Hadits dari Tamim bin Aus Ad-Dâri riwayat Muslim, bahwa Nabi saw. bersabda:Agama itu nasihat. Kami berkata, “Bagi siapa?” Rasulullah saw bersabda, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum Muslim, dan bagi kaum Muslim secara umum.”

Al-Khathabi berkata, “Hadits ini bermakna bahwa tiang dan pilar agama adalah nasihat. Seperti halnya sabda Rasulullah saw., Haji adalah ‘Arafah. Maksudnya tiang dan rukun haji yang paling besar adalah wukuf di ‘Arafah.” Rasulullah saw. juga telah menjelaskan hak muslim atas muslim yang lain dan pahala yang besar di dalamnya. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abû Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

Hak muslim atas muslim yang lain ada enam. Dikatakan, “Apa yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul saw. bersabda, “Apabila engkau bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkan salam kepadanya; Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; Apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan al hamdu lillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit maka tengoklah; Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah sampai ke kuburnya.”

Adapun benci karena Allah, maka Allah Swt. telah melarang kaum Muslim mencintai orang-orang kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan melakukan maksiat. Hal ini berdasarkan Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوْا بِمَا جَاۤءَكُمْ مِّنَ الْحَقِّۚ يُخْرِجُوْنَ الرَّسُوْلَ وَاِيَّاكُمْ اَنْ تُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ رَبِّكُمْۗ اِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِيْ سَبِيْلِيْ وَابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِيْ تُسِرُّوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَاَنَا۠ اَعْلَمُ بِمَآ اَخْفَيْتُمْ وَمَآ اَعْلَنْتُمْۗ وَمَنْ يَّفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (TQS. Mumtahanah [60]:  1)

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ ١١٨ هٰٓاَنْتُمْ اُولَاۤءِ تُحِبُّوْنَهُمْ وَلَا يُحِبُّوْنَكُمْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِالْكِتٰبِ كُلِّهٖۚ وَاِذَا لَقُوْكُمْ قَالُوْٓا اٰمَنَّاۖ وَاِذَا خَلَوْا عَضُّوْا عَلَيْكُمُ الْاَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۗ قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْظِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitabkitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 118-119)


Ath-Thabrâni telah meriwayatkan dengan isnad yang baik dari Ali ra., beliau berkata; Rasulullah saw. bersabda:Ada tiga perkara yang merupakan hak yaitu Allah tidak akan menjadikan orang yang mempunyai andil dalam Islam seperti orang yang tidak mempunyai andil apa pun. Dan tidaklah seorang hamba menjadikan Allah sebagai kekasihnya lalu dia menjadikan yang lain sebagai kekasihnya. Serta tidak ada seorang yang mencintai suatu kaum kecuali ia akan dikumpulkan bersama mereka.

Dalam hadits ini terdapat larangan yang tegas untuk mencintai pelaku kejahatan, karena khawatir akan dikumpulkan bersama mereka.

At-Tirmidzi telah mengeluarkan hadits, beliau berkomentar, “Hadits ini hasan”, dari Muadz bin Anas al-Juhani bahwa Rasulullah saw. bersabda:Barangsiapa yang memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.

Imam Muslim juga telah meriwayatkan dari Abû Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril dan berfirman, “Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian Jibril pun membencinya dan menyeru kepada penghuni langit, sesungguhnya Allah telah membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasul saw. bersabda, “Kemudian mereka pun membencinya dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi.”

Sabda Rasulullah saw. yang berbunyi:“Dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi”, adalah kalimat yang bermakna tuntutan (perintah). Hal ini bisa diketahui dengan adanya dalâlah al-iqtidhâ. Karena terdapat orang yang mencintai kaum kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan melaksanakan maksiat, ia tidak membenci mereka, maka kebenaran perkara yang diberitakan dalam hadits itu mengharuskan bahwa yang dimaksud dengan berita adalah tuntutan. Jadi dalam hadits tersebut Rasulullah saw. seolah-olah bersabda, “Wahai para penghuni bumi, bencilah orang yang dibenci Allah.” Dengan demikian hadits ini menunjukkan wajibnya membenci orang yang dibenci oleh Allah. Termasuk dalam perbuatan membenci orang yang dibenci oleh Allah adalah membenci orang yang suka mendebat perintah Allah, sebagaimana terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari ‘Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang suka menentang (mendebat) perintah Allah.

Adapun kewajiban membenci orang yang membenci kaum Anshar terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari Bara’, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidak mencintai kaum Anshar kecuali orang yang beriman. Dan tidak ada yang membenci mereka kecuali orang yang munafik. Maka barangsiapa yang mencintaai mereka, ia pasti dicintai Allah. Dan barangsiapa membenci mereka ia pasti dibenci Allah.

Diwajibkan pula membenci orang yang mengatakan hak (kebaikan), tapi tidak melampaui tenggorokannya (tidak masuk ke hatinya, penj.). Dasarnya adalah hadits riwayat Muslim dari Ali ra., beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah menyebutkan kriteria orangorang tertentu —aku mengetahui sifat mereka pada orang-orang itu— mereka mengatakan hak dengan lisan mereka, tapi tidak melampaui ini dari mereka. Kemudian Rasul saw. menunjuk ke tenggorokannya. Mereka termasuk makhluk Allah yang paling dibenci Allah.

Sabda Rasul “la yujawizu” maksudnya adalah “la yatâda” artinya tidak melampaui.

Juga wajib membenci orang yang berbicara dengan halhal yang tidak menyenangkan pendengarnya dan berbuat keji. Sebagaimana terdapat dalam hadits Abû Darda riwayat at-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih, sesungguhnya Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berbicara dengan hal-hal yang tidak menyenangkan pendengarnya dan berbuat keji.

Terdapat banyak atsar tentang kebencian para sahabat kepada kaum Kafir. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Salamah bin al-Akwa, ia berkata: Ketika kami berdamai dengan penduduk Makkah dan sebagian kami bercampur dengan sebagian mereka, aku mendatangi suatu pohon kemudian aku menyingkirkan durinya dan aku merebahkan diriku di akarnya. Kemudian datang kepadaku empat orang kaum Musyrik Makkah. Mereka mulai membicarakan Rasulullah, maka aku pun membenci mereka, hingga aku pindah ke pohon yang lain.

Hadits Jabir bin Abdillah diriwayatkan Ahmad bahwa Abdullah bin Rawahah, ia berkata kepada Yahudi Khaibar:Wahai kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan Allah. Tapi kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.

Terdapat pula riwayat yang menjelaskan kebencian terhadap orang muslim yang menampakkan keburukan (secara terang-terangan). Imam Ahmad, Abdur Razak, dan Abû Ya’la telah mengeluarkan hadits dengan isnad hasan, juga al-Hâkim dalam al-Mustadrak, ia berkata hadits ini shahih sesuai dengan syarat

Muslim. Dari Abû Faras, ia berkata; Umar bin al-Khathab pernah berkhutbah dan berkata:Barangsiapa di antara kalian menampakkan suatu keburukan, maka kami pun akan mengiranya berperilaku buruk, dan kami akan membencinya karena kejahatan itu.

Dengan demikian, cinta karena Allah dan benci karena Allah termasuk sifat seorang muslim yang paling besar, yang mereka itu mengharap keridhaan Allah, Rahmat-Nya, pertolongan, dan surgaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar